Ini cerita sebuah band tanah air yang bertahan dari ragam badai yang bertubi mengantam mereka. Bermodalkan satu single untuk sebuah sinetron remaja band ini mulai dikenal. Tanpa merubah konsep musiknya band ini lantas merubah imej fashion menjadi gothic di album kedua. Hasilnya? Sebuah majalah remaja menulis mereka sebagai band paling “cupu” dan layak bubar.
Perjuangan mereka kembali tersandung saat lagu yang mereka ciptakan untuk sebuah film remaja batal rilis karena filmnya dilarang beredar oleh Badan Sensor Film. Tapi saat merilis album ketiga yang menjadi penentuan, nasib band ini berubah! Bermodalkan lagu-lagu balada pop mendayu dengan praduser Krisna J.Sadrach yang juga vokalis dan bassis band metal Suckerhead, nama mereka naik ke permukaan. Apalagi saat lebaran kemarin sebuah mini album religi mereka rilis. Lagu-lagu mereka menjadi hits, Ringback Tone laris manis, jadwal panggung penuh terisi sampai pertengahan tahun 2007. Tetapi sebuah tragedi tiba-tiba menimpa, saat tampil di Pekalongan, 10 nyawa penonton melayang saat berebutan keluar dari stadion setelah menyaksikan mereka! Inilah panggung roller coaster sebuah band sendu bernama Ungu.
Stadion Harapan Bangsa, Aceh yang berlokasi sekitar 20 menit keluar luar pusat kota Banda Aceh sore itu penuh sesak oleh lautan manusia yang ingin menyaksikan idola mereka yang bernama Ungu. Ungu bagi masyarakat Aceh yang didominasi kaum muslim tentu menjadi idola yang sangat khusus. Dengan lagu-lagu rohani Ungu dari album SurgaMu nama Ungu berhasil menancap kuat di masyarakat Aceh dan bagi kuping orang Indonesia. Saat “panutan” lain sibuk berpoligami dan yang yang satu lagi terlalu “model” untuk menjadi idola dalam konteks rohani. Ragam busana penonton tampak terlihat. Dari yang bersandal jepit, memakai kopiah, atau berdandan tidak kalah dengan para personel Ungu sendiri. Pemandangan lain muncul dari banyaknya penonton perempuan yang mengenakan jilbab atau kerudung. Tiket yang murah membuat lapangan yang disebelah kanannya bertenger bangunan raksasa mirip doom dengan atap banyak terkelupas itu penuh sesak oleh lautan manusia. Diantara ketinggian bangunan tersebut ratusan orang duduk dan mengarahkan pandangan mereka ke panggung untuk menyaksikan penampilan Ungu. Mereka ingin ikut menonton idola mereka juga, tetapi secara gratis. Panitia membiarkan penonton tanpa tiket tersebut mengintip dari luar panggung.
Penonton di depan panggung seperti tradisi pertunjukan di Aceh dipisahkan untuk kaum laki-laki dan perempuan. Daerah Aceh memang ketat kalau menyangkut ajaran yang bersumberkan pada agama. Hukum dalam Islam menyebutkan laki-laki dan perempuan yang bukan mukhrim (memiliki ikatan perkawinan atau keluarga) dilarang untuk campur dalam satu ruang. Kali ini hukum tersebut diberlakukan untuk puluhan ribu penonton yang menyemut di lapangan Stadion Harapan Bangsa, Aceh. Awalnya cukup efektif pemisahan ini. Tapi saat konser dimulai kaum laki-laki mulai menyebar dan nekat masuk ke area penonton perempuan. Yang perempuan seperti tidak peduli mereka juga mulai memasuki area laki-laki. Manusiawi.
Saat itu di belakang panggung lima personel Ungu sedang menyiapkan diri. Dengan kostum khas berupa produk clothing dari distro yang selalu mereka kenakan Ungu sudah siap melayangkan lagu-lagu hits mereka di Aceh. Ini kota kedua Rolling Stone mengikuti mereka. Sehari sebelumnya Ungu konser diMedan. Tampak vokalis Sigit Purnomo Syamsuddin Said (Pasha), bassis Makki Omar Parikesit (Makki), gitaris Arlonsy Miraldi (Oncy) dan Franco Medjaya Kusumah (Enda), serta drummer M. Nurohman (Rowman) mulai membuat lingkaran kecil untuk berdoa dan persiapan terakhir bersama sound enginer Imran Sati dan additional player Gatot. Ritual yang selalu mereka laksanakan katanya. Masih sempat beberapa wartawan lokal mengajak foto bersama personel Ungu. Tak ketinggalan beberapa anggota keamanan ikut meet & greet dadakan di backstage. Ungu melayani dengan ramah dan sabar. Senyum selalu mereka pamerkan.
Saatnya tiba. Satu persatu mereka naik ke atas panggung yang berdiri kokoh. Mereka tidak lantas menuju posisi masing-masing, Sambil menunggu waktu MC memanggil Ungu, diantara mereka duduk diantara tumpukan sound system diatas panggung. Tampak Pasha duduk dengan muka sedikit tegang. “Masih suka nervous kalau manggung?” Tanya Rolling Stone yang duduk persis di sebelah Pasha diatas panggung dibalik tumpukan sound system. “Ehm…enggak juga, tergantung kotanya sih!” Lalu Pasha tampak menyalakan telepon untuk menghubungi seseorang. Di layar handphone miliknya tertera 2misscall. Wallpaper hadphone Pasha memuat foto dirinya beserta istri dan dua anaknya. Pasha rupanya menghubungi nomor yang meninggalkan tanda miscall di handphone miliknya. Suaranya perlahan saat menelpon. Di depan Pasha, berdiri sang pendiri Ungu, Makki yang bersiap-siap dengan bass warna coklat yang dipegangnya erat. Tampak dibagian belakang bass milik Makki tergantung sepatu anak kecil warna putih bercampur merah. “Ini sepatu anak gue,” jawab bassis yang pernah membuka konser John Mallencamp di Amerika ini saat ditanya sepatu siapa itu.
Saat MC setempat memanggil nama Ungu semua personel langsung menuju posisi masing-masing. Asap pekat dari gun smoke mengiringi kedatangan mereka di panggung. Oncy berada di sayap kiri panggung. Enda di sayap kanan panggung. Bersahutan penonton wanita meneriakan nama Oncy dan Enda. Tidak hanya Pasha sumber magnet pesona di Ungu, dua gitaris ini juga kerap menuai teriakan histeris dari fans. Makki tampak berdiri tenang di depan drum set milik Rowman yang juga siap beradu insting dengan Makki untuk menciptakan landasan utama musik Ungu di konser ini. Pasha masih duduk terduduk di belakang.
Semenit kemudian intro lagu “SurgaMu” terdengar. Ungu rupanya memilih lagu lembut untuk mengawali penampilan mereka di bumi yang mayoritasnya berpenduduk muslim ini. Sebuah strategi yang jitu. Terbukti Pasha yang mulai menyanyi di backstage dan melangkah pelan menuju depan panggung tak perlu bersusah payah menyuaraan lirik lagu penuh doa pada Tuhan ini. Sekitar 20.000 penonton tanpa di komando memberikan choir mereka. Lagu yang sampai saat ini masih laris manis dan bercokol di chart Ringback Tone ini membuat lautan penonton larut dalam paduan suara massal yang menggetarkan. Merinding menyaksikan lagu yang lebih mendekati doa itu menjadi doa massal yang dipimpin “Ustad” Pasha lewat doa musikalnya. Lagu “Tak Perlu” yang menjadi lagu kedua sukses menjadi komposisi estafet untuk mengiring choir massal sore itu. Penonton mulai mengeliat. Bumi bergetar. Semua melompat. Beberapa penonton wanita mulai berjatuhan. Rata-rata susah nafas karena berdempetan. Tetapi mobil ambulance dan petugas medis segera memberi pertolongan.
Tiba-tiba saat lagu ketiga “Berjanjilah” dibawakan dan mendekati akhir, dari sebelah kanan depan tepat di depan Pasha tampak seorang remaja berkulit gelap dan berambut lurus mengacungkan jari tengah kearah Pasha. Simbol fuck you. Sebuah penanda ekstrim yang dipamerkan di depan Pasha membuat vokalis kelahiran Donggala ini meradang. Emosinya meledak. “Kalau berani nanti kita selesaikan secara jantan di belakang panggung,” kata Pasha meladeni sambil menunjuk ke remaja yang mengacungkan jari tengahnya itu padanya. Suaranya tidak meninggi, tapi tegas. Pihak security lantas mengamankan remaja tersebut ke belakang panggung.
Seperti tak terjadi apa-apa, Pasha kembali memimpin pasukan Ungu untuk menghipnotis massa di depan panggung. “Mau cinta? Ok, Enda beri mereka cinta,” kata Pasha yang langsung disambut bunyi intro gitar Enda melantunkan “Beri Aku Cinta”. Berikutnya lewat lagu-lagu andalan mereka seperti “Aku Bukan Pilihan”, “Andai Ku Tahu”, dan “Tercipta Untukku” mengalir bergantian. Entah karena tergangu dengan insiden fuck you atau karena sebab lain penampilan Pasha tampak kurang maksimal. Sehari sebelumnya di Medan padahal Ungu tampil memukau. Konser Ungu sore itu ditutup oleh anthem panggung kebesaran mereka yang selalu menjadi komposisi paling akhir, “Bayang Semu”. Lagu yang juga menjadi salam perkenalan Ungu di musikIndonesia dan membuat mereka tur keliling Indonesia lebih dari 100 kota. Sebuah pertunjukan yang memukau dan sukses.
Pasha setelah menuntaskan lagu “Bayang Semu” berlari ke belakang panggung meninggalkan empat rekannya yang lain. Seorang security mengiringi langkah Pasha sambil berlari. Security tersebut memberitahu Pasha lokasi anak yang mengacungkan jari tengah kepadanya itu. Rupanya remaja tersebut sudah diamankan di bawah panggung ditemani beberapa anggota keamanan. Tampak sesekali terdengar suara, “Temuin dulu Pasha sama anak tadi”. Entah siapa yang mengeluarkan kalimat dan ide tersebut. Kejadiannya begitu cepat. Tanpa membayangkan yang akan terjadi begitu Pasha bertemu anak itu amarah Pasha muncul kembali, tanpa bicara sepatah katapun Pasha langsung melayangkan sebuah pukulan dan mengenai muka anak tersebut. Tampak kata-kata terucap dari mulut Pasha. Pasha membayar “lunas” simbol fuck you yang diarahkan padanya. Si anak yang juga tampak kaget meminta maaf pada Pasha. Bahkan gestur badannya yang membungkuk membuat dirinya seolah menyembah dan mengaku salah pada Pasha. Semua panik. Puluhan orang yang berada di belakang panggung kaget. Aparat keamanan dengan sigap mengamankan situasi. “Bawa Ungu keluar dari sini segera” kata beberapa suara saling bersahutan. Ngeri sesuatu akan terjadi. Personel Ungu lain segera masuk ke mobil yang sudah disiapkan. Rombongan Ungu berhasil di evakuasi dengan tiga mobil dari kerumunan massa yang mulai merubung ke belakang panggung untuk menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi. Si anak yang dipukul tampak diamankan petugas. Massa mulai merubung ingin mengetahui apa yang terjadi. Berita menyebar cepat. Beruntung semua bisa dikendalikan oleh pihak panitia dan petugas yang sigap mengantisipasi keadaan.
Rolling Stone yang tepat berada di belakang rombongan mobil yang membawa Ungu menuju hotel tempat mereka menginap mencoba menghubungi Yudith, road manajer Ungu untuk meminta waktu untuk bisa melakukan interview dengan Pasha. Sebelumnya Yudith memang sempat menjanjikan memberikan waktu interview dengan Pasha setelah Ungu menuntaskan konser di Aceh. Tetapi melihat kondisi terjadi insiden entah akan dipenuhi tidak janji yang sudah diberikan. Jawaban yang didapat sungguh diluar dugaan. “Kita istirahat dan mandi dulu sebentar ya, nanti aku hubungi lagi kalau Pasha sudah siap,” tertera pesan lewat layanan SMS. Rupanya insiden diatas tidak lantas membuat sesi interview batal.
Saat Rolling Stone masuk ke kamar Pasha tampak vokalis kharismatik ini cuma mengenakan celana dalam warna abu-abu muda. “Hai, apa kabar. Sebentar ya gue ganti baju dulu. Santai, masuk saja dulu. Wah kalau tidak salah gue terakhir ketemu lu pas di Musica ya? Pas gue lagi beresin album kompilasi Titiek Puspa,” sapanya ramah. Kami terakhir bertemu memang sekitar 2 tahun lalu saat Pasha mengisi suara untuk lagu “Marilah Kemari” yang disuarakan oleh banyak vokalis. Sambil tiduran dan menyelimuti badannya dengan selimut hotel yang tebal Pasha mulai bicara. “Konser yang seru. Tapi tadi sempat ada insiden ya. Marah?” tanya Rolling Stone. “Iya, tadi gue marah,” katanya jujur. Suaranya pelan. Seperti ada penyesalan terkandung di kata-kata terucap dari mulutnya. Menurut vokalis yang sudah dikaruniai dua anak ini dia marah karena dirinya datang ke Aceh untuk menghibur. Bukan untuk mencari musuh. Saat ada yang “menantang” dirinya, harga dirinya seolah bergejolak.
“Kita datang jauh-jauh berharap disini akan disambut baik. Dan mereka menyembut baik. Tapi ada nilai setitik. Ini yang mengacaukan semuanya. Dan guekan frontline. Gue orang depan. Jadi kalau ada yang mengganggu kayak gitu… Buat gue kalau cuma sekedar mengganggu mereka berantem itu hal yang wajar. Tapi kalau sudah secara personal ngacungin jari tengah ke gue. Itu sudah personal. Bukan antara penonton dan Ungu. Berarti lu ada masalah dengan gue. Ya ayo kita selesaikan secara personal. Ok, gue bukan orang bule tapi mengacungkan jari tengah itu kan hal yang nggak bagus. Gue nggak tahu sebenarnya artinya apa. Tapi seluruh dunia tahu itu artinya tidak sopan,” kata Pasha emosional. Menurut Pasha apa yang sudah dilakukan orang tersebut sudah sangat keterlaluan. Terlalu sengaja dan sangat frontal. “Semua Cuma satu orang itu, jadinya gue jadi langsung nggak mood. Ada yang ngganjel. Ibaratnya seperti pas istri gue lagi masak tiba-tiba dia gue tampar. Dia lagi semangat bikin masakan buat gue. Pasti kaget. Itu yang terjadi saat itu,” kata Pasha memberikan gambaran akan situasi yang dia hadapi. Pasha juga manusia biasa, bisa marah seperti manusia normal. Wajar. Menurutnya kejadian di backstage selepas tampil di Aceh itu yang pertama baginya.
_____________________________________
Pasha sempat hendak dikeluarkan dari Ungu. Sebelum merilis album perdana Laguku band ini terdiri dari Pasha (vokal), Makki (bass), Gatot (keyboard), Eky (gitar), serta Pasha (drum). Posisi Enda saat itu masih sebagai additional gitaris. Mereka sempat tampil dalam kompilasi Klik! bersama Lakuna, Borneo, Piknik dan Energy rilisan Warner Music Indonesia. Saat hendak rilis di kompilasi Klik! lewat lagu “Hasrat” dan “Bunga” nama Ungu menghadapi masalah dengan band lulusan festival rock milik Log Zhelebour yang juga bernama Ungu (kemudian band milik Log Zhelebour ini berubah menjadi U9). Setelah dibantu Chico Hendarto yang saat itu bekerja di Warner Music Indonesia nama Ungu akhirnya dipatenkan menjadi merek dagang band yang didirikan Makki dengan pihak Bar Management, badan usaha manajemen band yang terdiri dari Nungky, Wawan, serta Ragil. Nungky dan istrinya yang bernama Icha belakangan pada akhirnya yang kerap bergerilya mempromosikan ke media untuk “menjual” Ungu.
Adalah Anang Hermansyah yang memiliki studio Hijau yang memberikan fasilitas Ungu untuk merekam lagu-lagu mereka yang kemudian tertuang di album perdana, Laguku. “Saat itu memang cuma Anang dan Hijau yang tertarik dengan lagu-lagu Ungu. Saat proses rekaman Anang waktu itu sempat ngasih masukan soal pemain drum lama Ungu yang kurang kawin dengan Makki. Akhirnya setelah dibicarakan dengan yang lain masuklah nama Rowman menggantikan pemain drum lama,” kata Nungky yang saat ini telah menjadi lawyer di biro hukum Hotman Paris & Partners. Setelah demo album Laguku selesai Anang pula yang mengenalkan Bar Management dan Ungu pada Pak Handi, bos Hemaswara yang juga suami dari Indrawati Widjaya alias Ibu Acin, bos Musica Studio’s. Pak Handi saat itu tertarik dengan materi album Ungu dan memberikan demo Ungu pada A&R Hemaswara saat itu, Eel Ritongo yang mantan pemain drum Ada Band. Saat Ungu hendak sign, Eky melontarkan wacana bahwa vokal Pasha kurang layak dengan lagu-lagu Ungu. Tapi pendapat Eky, adik dari Ronald (Gigi, dr.pm, dan Evo) ditolah mentah-mentah oleh yang kain.
Karena semua personel selain dirinya tidak sepaham Eky lantas memilih keluar. Belakangan Eky membuat sebuah band bernama Vena. Gatot juga karena suatu hal memilih keluar dan sibuk dalam kegiatan wayang orang yang merupkan tradisi dari keluarganya. Namun belakangan Gatot kerap menjadi additional untuk studio dan live untuk Ungu. Jadilah saat merilis album Laguku Ungu terdiri dari empat orang saja. Single “Bayang Semu” berhasil mengukir prestasi saat menjadi theme song sinetron ABG di RCTI. Nama Ungu mulai dikenal luas. Panggung Ungu mulai ramai. Pihak manajemen waktu itu (Bar Productions) mengusulkan untuk menambah personel. Terpikirkan beberapa nama, tapi yang masuk dalam pasukan di Ungu adalah Oncy yang sebelumnya sempat dikenal sebagai gitaris band remaja enerjik, Funky Kopral. Dengan lima personel band ini mulai dikenal. Tapi belum dikenal secara mainstream. Saat itu belum ada Ringback Tone dan layanan digital lain. Pemasukan untuk band hanya dari penjualan CD dan kaset serta panggung pertunjukan.
Sebelum mengerjakan album kedua, Tempat Terindah mereka duduk bersama memikirkan bagaimana jika mereka bisa mencuri perhatian lewat album keduanya. Soal fashion adalah yang paling pertama terlintas. Adalah Makki yang kerap bermain dengan Ody dari band Syc Minded yang kabarnya mencetuskan ide untuk memakai kostum serba gothic di album kedua mereka ini. Ody dikenal kerap memakai kostum gothic. Rupanya Makki tertarik dengan kostum gothic seperti yang biasa dikenakan Ody (Sampai saat ini Ody masih suka berdandan gothic, dan menjadi vokalis Getah). Walau pengaruh itu menurut Ody bukan karena Ungu melihat ke arah gaya berbusana Syc Minded. “Lebih tepatnya mungkin melihat ke Otong Koil mereka,” kata Ody yang ternyata sempat main musik di Amerika bersama Makki. Rupanya ide gothic itu disambut hangat oleh yang lain. Terutama Enda yang pertama tertarik membeli sepatu new rock yang berat, mahal, dan berkesan gothic itu. Logo Ungu yang awalnya “bertanduk” satu di album ini berubah “bertanduk” dua. “Itu untuk menjadi penanda saja bahwa kami sudah menginjak album kedua, makanya tanduknya ada dua di album kedua,” jelas Makki.
Tetapi penjelasan lain soal tanduk tersebut muncul dari Nungky. Menurutnya saat melakukan foto untuk dipakai sebagai kover album, Ungu tampil gothic dengan baju serba hitam. Awalnya kover album mereka bergambar perempuan seksi yang ditampilkan menerawang. Untuk menunjang elemen fashion gothic seorang teman mereka bernama John Sebastian mengusulkan agar logo Ungu diberi tanduk. Jadilah seperti kepala bertanduk. Devil horn. Dedidude adalah orang yang akhirnya membuat desain logo Ungu yang bertanduk itu yang sebenarnya berasal dari huruf G yang ada di album perdana Ungu. Adalah Upie, bekas vokalis de Brur yang pertama membuat logo Ungu.
Urusan logo selesai. Kover album yang awalnya bergambar cewek seksi ditolak label. Pihak label takut album mereka nanti bermasalah jika memakai kover tersebut. Untuk mengusung dan menyamakan persepsi gothic dari kostum yang dipakai Ungu, maka sepakat diputuskan kover album kedua mereka akhirnya berupa kaki Enda yang memakai sepatu model new rock. “Semuanya cepat dirubah. Aku mengerjakan revisi cuma dalam waktu singkat. Karena sudah deadline banget,” kata Dedidude, orang yang juga membuat kover di album kedua Ungu.
Propaganda untuk menarik perhatian tidak hanya dilakukan dari segi fashion dan tampilan kover. Saat pembuatan video klip “Karena Dia Kamu” Ungu mencoba menarik perhatian pula dengan memanfaatkan trailer raksasa sebagai panggung untuk mereka membuat video klip. Ungu sempat membuat macet kawasan Thamrin, Sudirman, sampai Blok M. “Ide, yang intinya ingin mencari perhatian bagi album kedua mereka,” kata Panji, orang dibalik kreatif video Ungu yang memacetkan jalan itu. Kostum yang serba gelap dan klip yang cukup spektakuler membuat pamor Ungu mulai dilirik. Tujuan tercapai. Tapi yang terjadi adalah mereka masih merasa stuck dan kurang total berada dalam industri musik yang ada. Saat itu band seperti Padi, Cokelat, Sheila on 7 masih berjaya. Ungu masuk menjadi band kelas dua diantara mereka. Akhirnya mereka ingin kembali berubah. Berubah dalam fashion, dan bukan konsep musik. “Ternyata memakai baju gothic itu mahal saat laundry, belum lagi panas. Kebayang kalau tur panjang,” ujar Enda tentang keputusan Ungu untuk kembali ke gaya mereka yang casual. Saat itu mereka sepakat untuk memakai baju-baju dari distro yang memang sedang menjadi trend kala itu.
Perubahan yang terjadi juga menyangkut manajemen. Sebelumnya Ungu berada dibawah manajemen Bar Production yang juga bertindak sebagai produser di album pertama dan kedua Ungu. Nungky dari Bar Productions memberikan jawaban akan proses keluarnya Ungu tersebut. “Alasannya ada dua hal. Pertama katanya masalah finansial. Kedua katanya kami waktu itu sudah tidak fokus lagi mengurusi Ungu. Karena kami juga memiliki band Taboo dan yang lain.” Taboo adalah band bergaya Muse yang memiliki vokalis bernama Arie Untung yang sebelumnya dikenal sebagai VJ di MTV. “Tapi sejujurnya aku dan Makki itu sebenarnya klop banget. Dia sangat mengerti akan dunia finance karena dasarnya selain anak band dia adalah akunting juga. Dan aku mengerti bagaimana mengemas promosi sebuah band. Ya, mungkin memang sudah digariskan aku harus kembali ke jalur lawyer ya dan tidak mengurusi Ungu lagi. Tapi jujur, aku bangga dengan apa yang sudah merka raih saat ini. Mereka layak menerimanya,” kata Nungky dengan suara bergetar penuh haru. Sebuah pernyataan jujur dari orang yang pernah mendukung karir Ungu. Menurut Makki dan Enda proses keluarnya mereka dari Bar Productions karena sudah tidak satu visi lagi dengan mereka. Visi yang dicari Makki dan Enda ternyata ada pada Trinity Optima Productions. Trinity menjadi manajemen baru bagi Ungu. Awalnya Trinity yang berdiri tahun 2003 merupakan perusahaan yang bergerak di bidang marketing communication dan promotion sebelum kemudian berkembang menjadi perusahaan rekaman seperti sekarang.
Saat Ungu kembali “normal” ke fashion lama mereka giliran sebuah tawaran muncul untuk mengisi lagu di sebuah film remaja. Sebuah film yang berjudul Buruan Cium Gue. Nasib kurang beruntung kembali menerjang mereka, film yang sempat beredar di pasaran itu akhirnya ditarik kembali karena dianggap tidak layak. Terlalu vulgar karena memamerkan konsepsi ciuman yang teramat vulgar. Akibatnya album juga ikut kena imbasnya. Gagal rilis di pasaran. Waktu itu lagu dari Ungu sebuah komposisi andalan berjudul “Ciuman Pertama” karya perdana Oncy di band yang baru dimasukinya itu. Juga ada lagu lain seperti “Muacch” dan tiga lagu lainnya, “Mengertilah”, “Dunia Menangis” dan “Bayang Semu” yang diambil dari album mereka sebelumnya.
Titik balik itu dialami Ungu saat hendak merilis album Melayang. Semua dilakukan dengan pemikiran mereka harus mempercayakan dan mulai mengajak orang lain selain mereka sendiri untuk mengerjakan album ketiga. Terpilihlah nama Krisna J. Sadrcah yang kebetulan saat itu statusnya memang pegawai di Hemaswara sebelum berubah nama menjadi Trinity. “Jujur kalau album Melayang itu kita tetap tidak berhasil kita mungkin akan bubar. Habis kami sudah sekian tahun masih semua biasa saja. Soundtrack ditolak. Album di Tribute Titiek Puspa kami juga nggak dibuatkan video klip. Juga yang Senyawa- Chrisye itu awalnya kami nggak dibuatkan klip. Kami merasa makin nggak pede. Sampai lagu Demi Waktu meledak dan di diterima kami sempat nggak percaya. Cuma memang kami mempersiapkan khusus untuk mengemas album ini. Yaitu dengan mengajak orang lain untuk terlibat. Salah satunya dengan Krisna J.Sadrach. Orang metal tapi bisa kawin dan menghasilkan lagu seperti “Demi Waktu” Itu luar biasa,” kata Pasha.
Oleh Adib Hidayat
Dimuat di Majalah Rolling Stone. No.24/2007
Perjuangan mereka kembali tersandung saat lagu yang mereka ciptakan untuk sebuah film remaja batal rilis karena filmnya dilarang beredar oleh Badan Sensor Film. Tapi saat merilis album ketiga yang menjadi penentuan, nasib band ini berubah! Bermodalkan lagu-lagu balada pop mendayu dengan praduser Krisna J.Sadrach yang juga vokalis dan bassis band metal Suckerhead, nama mereka naik ke permukaan. Apalagi saat lebaran kemarin sebuah mini album religi mereka rilis. Lagu-lagu mereka menjadi hits, Ringback Tone laris manis, jadwal panggung penuh terisi sampai pertengahan tahun 2007. Tetapi sebuah tragedi tiba-tiba menimpa, saat tampil di Pekalongan, 10 nyawa penonton melayang saat berebutan keluar dari stadion setelah menyaksikan mereka! Inilah panggung roller coaster sebuah band sendu bernama Ungu.
Stadion Harapan Bangsa, Aceh yang berlokasi sekitar 20 menit keluar luar pusat kota Banda Aceh sore itu penuh sesak oleh lautan manusia yang ingin menyaksikan idola mereka yang bernama Ungu. Ungu bagi masyarakat Aceh yang didominasi kaum muslim tentu menjadi idola yang sangat khusus. Dengan lagu-lagu rohani Ungu dari album SurgaMu nama Ungu berhasil menancap kuat di masyarakat Aceh dan bagi kuping orang Indonesia. Saat “panutan” lain sibuk berpoligami dan yang yang satu lagi terlalu “model” untuk menjadi idola dalam konteks rohani. Ragam busana penonton tampak terlihat. Dari yang bersandal jepit, memakai kopiah, atau berdandan tidak kalah dengan para personel Ungu sendiri. Pemandangan lain muncul dari banyaknya penonton perempuan yang mengenakan jilbab atau kerudung. Tiket yang murah membuat lapangan yang disebelah kanannya bertenger bangunan raksasa mirip doom dengan atap banyak terkelupas itu penuh sesak oleh lautan manusia. Diantara ketinggian bangunan tersebut ratusan orang duduk dan mengarahkan pandangan mereka ke panggung untuk menyaksikan penampilan Ungu. Mereka ingin ikut menonton idola mereka juga, tetapi secara gratis. Panitia membiarkan penonton tanpa tiket tersebut mengintip dari luar panggung.
Penonton di depan panggung seperti tradisi pertunjukan di Aceh dipisahkan untuk kaum laki-laki dan perempuan. Daerah Aceh memang ketat kalau menyangkut ajaran yang bersumberkan pada agama. Hukum dalam Islam menyebutkan laki-laki dan perempuan yang bukan mukhrim (memiliki ikatan perkawinan atau keluarga) dilarang untuk campur dalam satu ruang. Kali ini hukum tersebut diberlakukan untuk puluhan ribu penonton yang menyemut di lapangan Stadion Harapan Bangsa, Aceh. Awalnya cukup efektif pemisahan ini. Tapi saat konser dimulai kaum laki-laki mulai menyebar dan nekat masuk ke area penonton perempuan. Yang perempuan seperti tidak peduli mereka juga mulai memasuki area laki-laki. Manusiawi.
Saat itu di belakang panggung lima personel Ungu sedang menyiapkan diri. Dengan kostum khas berupa produk clothing dari distro yang selalu mereka kenakan Ungu sudah siap melayangkan lagu-lagu hits mereka di Aceh. Ini kota kedua Rolling Stone mengikuti mereka. Sehari sebelumnya Ungu konser diMedan. Tampak vokalis Sigit Purnomo Syamsuddin Said (Pasha), bassis Makki Omar Parikesit (Makki), gitaris Arlonsy Miraldi (Oncy) dan Franco Medjaya Kusumah (Enda), serta drummer M. Nurohman (Rowman) mulai membuat lingkaran kecil untuk berdoa dan persiapan terakhir bersama sound enginer Imran Sati dan additional player Gatot. Ritual yang selalu mereka laksanakan katanya. Masih sempat beberapa wartawan lokal mengajak foto bersama personel Ungu. Tak ketinggalan beberapa anggota keamanan ikut meet & greet dadakan di backstage. Ungu melayani dengan ramah dan sabar. Senyum selalu mereka pamerkan.
Saatnya tiba. Satu persatu mereka naik ke atas panggung yang berdiri kokoh. Mereka tidak lantas menuju posisi masing-masing, Sambil menunggu waktu MC memanggil Ungu, diantara mereka duduk diantara tumpukan sound system diatas panggung. Tampak Pasha duduk dengan muka sedikit tegang. “Masih suka nervous kalau manggung?” Tanya Rolling Stone yang duduk persis di sebelah Pasha diatas panggung dibalik tumpukan sound system. “Ehm…enggak juga, tergantung kotanya sih!” Lalu Pasha tampak menyalakan telepon untuk menghubungi seseorang. Di layar handphone miliknya tertera 2misscall. Wallpaper hadphone Pasha memuat foto dirinya beserta istri dan dua anaknya. Pasha rupanya menghubungi nomor yang meninggalkan tanda miscall di handphone miliknya. Suaranya perlahan saat menelpon. Di depan Pasha, berdiri sang pendiri Ungu, Makki yang bersiap-siap dengan bass warna coklat yang dipegangnya erat. Tampak dibagian belakang bass milik Makki tergantung sepatu anak kecil warna putih bercampur merah. “Ini sepatu anak gue,” jawab bassis yang pernah membuka konser John Mallencamp di Amerika ini saat ditanya sepatu siapa itu.
Saat MC setempat memanggil nama Ungu semua personel langsung menuju posisi masing-masing. Asap pekat dari gun smoke mengiringi kedatangan mereka di panggung. Oncy berada di sayap kiri panggung. Enda di sayap kanan panggung. Bersahutan penonton wanita meneriakan nama Oncy dan Enda. Tidak hanya Pasha sumber magnet pesona di Ungu, dua gitaris ini juga kerap menuai teriakan histeris dari fans. Makki tampak berdiri tenang di depan drum set milik Rowman yang juga siap beradu insting dengan Makki untuk menciptakan landasan utama musik Ungu di konser ini. Pasha masih duduk terduduk di belakang.
Semenit kemudian intro lagu “SurgaMu” terdengar. Ungu rupanya memilih lagu lembut untuk mengawali penampilan mereka di bumi yang mayoritasnya berpenduduk muslim ini. Sebuah strategi yang jitu. Terbukti Pasha yang mulai menyanyi di backstage dan melangkah pelan menuju depan panggung tak perlu bersusah payah menyuaraan lirik lagu penuh doa pada Tuhan ini. Sekitar 20.000 penonton tanpa di komando memberikan choir mereka. Lagu yang sampai saat ini masih laris manis dan bercokol di chart Ringback Tone ini membuat lautan penonton larut dalam paduan suara massal yang menggetarkan. Merinding menyaksikan lagu yang lebih mendekati doa itu menjadi doa massal yang dipimpin “Ustad” Pasha lewat doa musikalnya. Lagu “Tak Perlu” yang menjadi lagu kedua sukses menjadi komposisi estafet untuk mengiring choir massal sore itu. Penonton mulai mengeliat. Bumi bergetar. Semua melompat. Beberapa penonton wanita mulai berjatuhan. Rata-rata susah nafas karena berdempetan. Tetapi mobil ambulance dan petugas medis segera memberi pertolongan.
Tiba-tiba saat lagu ketiga “Berjanjilah” dibawakan dan mendekati akhir, dari sebelah kanan depan tepat di depan Pasha tampak seorang remaja berkulit gelap dan berambut lurus mengacungkan jari tengah kearah Pasha. Simbol fuck you. Sebuah penanda ekstrim yang dipamerkan di depan Pasha membuat vokalis kelahiran Donggala ini meradang. Emosinya meledak. “Kalau berani nanti kita selesaikan secara jantan di belakang panggung,” kata Pasha meladeni sambil menunjuk ke remaja yang mengacungkan jari tengahnya itu padanya. Suaranya tidak meninggi, tapi tegas. Pihak security lantas mengamankan remaja tersebut ke belakang panggung.
Seperti tak terjadi apa-apa, Pasha kembali memimpin pasukan Ungu untuk menghipnotis massa di depan panggung. “Mau cinta? Ok, Enda beri mereka cinta,” kata Pasha yang langsung disambut bunyi intro gitar Enda melantunkan “Beri Aku Cinta”. Berikutnya lewat lagu-lagu andalan mereka seperti “Aku Bukan Pilihan”, “Andai Ku Tahu”, dan “Tercipta Untukku” mengalir bergantian. Entah karena tergangu dengan insiden fuck you atau karena sebab lain penampilan Pasha tampak kurang maksimal. Sehari sebelumnya di Medan padahal Ungu tampil memukau. Konser Ungu sore itu ditutup oleh anthem panggung kebesaran mereka yang selalu menjadi komposisi paling akhir, “Bayang Semu”. Lagu yang juga menjadi salam perkenalan Ungu di musikIndonesia dan membuat mereka tur keliling Indonesia lebih dari 100 kota. Sebuah pertunjukan yang memukau dan sukses.
Pasha setelah menuntaskan lagu “Bayang Semu” berlari ke belakang panggung meninggalkan empat rekannya yang lain. Seorang security mengiringi langkah Pasha sambil berlari. Security tersebut memberitahu Pasha lokasi anak yang mengacungkan jari tengah kepadanya itu. Rupanya remaja tersebut sudah diamankan di bawah panggung ditemani beberapa anggota keamanan. Tampak sesekali terdengar suara, “Temuin dulu Pasha sama anak tadi”. Entah siapa yang mengeluarkan kalimat dan ide tersebut. Kejadiannya begitu cepat. Tanpa membayangkan yang akan terjadi begitu Pasha bertemu anak itu amarah Pasha muncul kembali, tanpa bicara sepatah katapun Pasha langsung melayangkan sebuah pukulan dan mengenai muka anak tersebut. Tampak kata-kata terucap dari mulut Pasha. Pasha membayar “lunas” simbol fuck you yang diarahkan padanya. Si anak yang juga tampak kaget meminta maaf pada Pasha. Bahkan gestur badannya yang membungkuk membuat dirinya seolah menyembah dan mengaku salah pada Pasha. Semua panik. Puluhan orang yang berada di belakang panggung kaget. Aparat keamanan dengan sigap mengamankan situasi. “Bawa Ungu keluar dari sini segera” kata beberapa suara saling bersahutan. Ngeri sesuatu akan terjadi. Personel Ungu lain segera masuk ke mobil yang sudah disiapkan. Rombongan Ungu berhasil di evakuasi dengan tiga mobil dari kerumunan massa yang mulai merubung ke belakang panggung untuk menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi. Si anak yang dipukul tampak diamankan petugas. Massa mulai merubung ingin mengetahui apa yang terjadi. Berita menyebar cepat. Beruntung semua bisa dikendalikan oleh pihak panitia dan petugas yang sigap mengantisipasi keadaan.
Rolling Stone yang tepat berada di belakang rombongan mobil yang membawa Ungu menuju hotel tempat mereka menginap mencoba menghubungi Yudith, road manajer Ungu untuk meminta waktu untuk bisa melakukan interview dengan Pasha. Sebelumnya Yudith memang sempat menjanjikan memberikan waktu interview dengan Pasha setelah Ungu menuntaskan konser di Aceh. Tetapi melihat kondisi terjadi insiden entah akan dipenuhi tidak janji yang sudah diberikan. Jawaban yang didapat sungguh diluar dugaan. “Kita istirahat dan mandi dulu sebentar ya, nanti aku hubungi lagi kalau Pasha sudah siap,” tertera pesan lewat layanan SMS. Rupanya insiden diatas tidak lantas membuat sesi interview batal.
Saat Rolling Stone masuk ke kamar Pasha tampak vokalis kharismatik ini cuma mengenakan celana dalam warna abu-abu muda. “Hai, apa kabar. Sebentar ya gue ganti baju dulu. Santai, masuk saja dulu. Wah kalau tidak salah gue terakhir ketemu lu pas di Musica ya? Pas gue lagi beresin album kompilasi Titiek Puspa,” sapanya ramah. Kami terakhir bertemu memang sekitar 2 tahun lalu saat Pasha mengisi suara untuk lagu “Marilah Kemari” yang disuarakan oleh banyak vokalis. Sambil tiduran dan menyelimuti badannya dengan selimut hotel yang tebal Pasha mulai bicara. “Konser yang seru. Tapi tadi sempat ada insiden ya. Marah?” tanya Rolling Stone. “Iya, tadi gue marah,” katanya jujur. Suaranya pelan. Seperti ada penyesalan terkandung di kata-kata terucap dari mulutnya. Menurut vokalis yang sudah dikaruniai dua anak ini dia marah karena dirinya datang ke Aceh untuk menghibur. Bukan untuk mencari musuh. Saat ada yang “menantang” dirinya, harga dirinya seolah bergejolak.
“Kita datang jauh-jauh berharap disini akan disambut baik. Dan mereka menyembut baik. Tapi ada nilai setitik. Ini yang mengacaukan semuanya. Dan guekan frontline. Gue orang depan. Jadi kalau ada yang mengganggu kayak gitu… Buat gue kalau cuma sekedar mengganggu mereka berantem itu hal yang wajar. Tapi kalau sudah secara personal ngacungin jari tengah ke gue. Itu sudah personal. Bukan antara penonton dan Ungu. Berarti lu ada masalah dengan gue. Ya ayo kita selesaikan secara personal. Ok, gue bukan orang bule tapi mengacungkan jari tengah itu kan hal yang nggak bagus. Gue nggak tahu sebenarnya artinya apa. Tapi seluruh dunia tahu itu artinya tidak sopan,” kata Pasha emosional. Menurut Pasha apa yang sudah dilakukan orang tersebut sudah sangat keterlaluan. Terlalu sengaja dan sangat frontal. “Semua Cuma satu orang itu, jadinya gue jadi langsung nggak mood. Ada yang ngganjel. Ibaratnya seperti pas istri gue lagi masak tiba-tiba dia gue tampar. Dia lagi semangat bikin masakan buat gue. Pasti kaget. Itu yang terjadi saat itu,” kata Pasha memberikan gambaran akan situasi yang dia hadapi. Pasha juga manusia biasa, bisa marah seperti manusia normal. Wajar. Menurutnya kejadian di backstage selepas tampil di Aceh itu yang pertama baginya.
_____________________________________
Pasha sempat hendak dikeluarkan dari Ungu. Sebelum merilis album perdana Laguku band ini terdiri dari Pasha (vokal), Makki (bass), Gatot (keyboard), Eky (gitar), serta Pasha (drum). Posisi Enda saat itu masih sebagai additional gitaris. Mereka sempat tampil dalam kompilasi Klik! bersama Lakuna, Borneo, Piknik dan Energy rilisan Warner Music Indonesia. Saat hendak rilis di kompilasi Klik! lewat lagu “Hasrat” dan “Bunga” nama Ungu menghadapi masalah dengan band lulusan festival rock milik Log Zhelebour yang juga bernama Ungu (kemudian band milik Log Zhelebour ini berubah menjadi U9). Setelah dibantu Chico Hendarto yang saat itu bekerja di Warner Music Indonesia nama Ungu akhirnya dipatenkan menjadi merek dagang band yang didirikan Makki dengan pihak Bar Management, badan usaha manajemen band yang terdiri dari Nungky, Wawan, serta Ragil. Nungky dan istrinya yang bernama Icha belakangan pada akhirnya yang kerap bergerilya mempromosikan ke media untuk “menjual” Ungu.
Adalah Anang Hermansyah yang memiliki studio Hijau yang memberikan fasilitas Ungu untuk merekam lagu-lagu mereka yang kemudian tertuang di album perdana, Laguku. “Saat itu memang cuma Anang dan Hijau yang tertarik dengan lagu-lagu Ungu. Saat proses rekaman Anang waktu itu sempat ngasih masukan soal pemain drum lama Ungu yang kurang kawin dengan Makki. Akhirnya setelah dibicarakan dengan yang lain masuklah nama Rowman menggantikan pemain drum lama,” kata Nungky yang saat ini telah menjadi lawyer di biro hukum Hotman Paris & Partners. Setelah demo album Laguku selesai Anang pula yang mengenalkan Bar Management dan Ungu pada Pak Handi, bos Hemaswara yang juga suami dari Indrawati Widjaya alias Ibu Acin, bos Musica Studio’s. Pak Handi saat itu tertarik dengan materi album Ungu dan memberikan demo Ungu pada A&R Hemaswara saat itu, Eel Ritongo yang mantan pemain drum Ada Band. Saat Ungu hendak sign, Eky melontarkan wacana bahwa vokal Pasha kurang layak dengan lagu-lagu Ungu. Tapi pendapat Eky, adik dari Ronald (Gigi, dr.pm, dan Evo) ditolah mentah-mentah oleh yang kain.
Karena semua personel selain dirinya tidak sepaham Eky lantas memilih keluar. Belakangan Eky membuat sebuah band bernama Vena. Gatot juga karena suatu hal memilih keluar dan sibuk dalam kegiatan wayang orang yang merupkan tradisi dari keluarganya. Namun belakangan Gatot kerap menjadi additional untuk studio dan live untuk Ungu. Jadilah saat merilis album Laguku Ungu terdiri dari empat orang saja. Single “Bayang Semu” berhasil mengukir prestasi saat menjadi theme song sinetron ABG di RCTI. Nama Ungu mulai dikenal luas. Panggung Ungu mulai ramai. Pihak manajemen waktu itu (Bar Productions) mengusulkan untuk menambah personel. Terpikirkan beberapa nama, tapi yang masuk dalam pasukan di Ungu adalah Oncy yang sebelumnya sempat dikenal sebagai gitaris band remaja enerjik, Funky Kopral. Dengan lima personel band ini mulai dikenal. Tapi belum dikenal secara mainstream. Saat itu belum ada Ringback Tone dan layanan digital lain. Pemasukan untuk band hanya dari penjualan CD dan kaset serta panggung pertunjukan.
Sebelum mengerjakan album kedua, Tempat Terindah mereka duduk bersama memikirkan bagaimana jika mereka bisa mencuri perhatian lewat album keduanya. Soal fashion adalah yang paling pertama terlintas. Adalah Makki yang kerap bermain dengan Ody dari band Syc Minded yang kabarnya mencetuskan ide untuk memakai kostum serba gothic di album kedua mereka ini. Ody dikenal kerap memakai kostum gothic. Rupanya Makki tertarik dengan kostum gothic seperti yang biasa dikenakan Ody (Sampai saat ini Ody masih suka berdandan gothic, dan menjadi vokalis Getah). Walau pengaruh itu menurut Ody bukan karena Ungu melihat ke arah gaya berbusana Syc Minded. “Lebih tepatnya mungkin melihat ke Otong Koil mereka,” kata Ody yang ternyata sempat main musik di Amerika bersama Makki. Rupanya ide gothic itu disambut hangat oleh yang lain. Terutama Enda yang pertama tertarik membeli sepatu new rock yang berat, mahal, dan berkesan gothic itu. Logo Ungu yang awalnya “bertanduk” satu di album ini berubah “bertanduk” dua. “Itu untuk menjadi penanda saja bahwa kami sudah menginjak album kedua, makanya tanduknya ada dua di album kedua,” jelas Makki.
Tetapi penjelasan lain soal tanduk tersebut muncul dari Nungky. Menurutnya saat melakukan foto untuk dipakai sebagai kover album, Ungu tampil gothic dengan baju serba hitam. Awalnya kover album mereka bergambar perempuan seksi yang ditampilkan menerawang. Untuk menunjang elemen fashion gothic seorang teman mereka bernama John Sebastian mengusulkan agar logo Ungu diberi tanduk. Jadilah seperti kepala bertanduk. Devil horn. Dedidude adalah orang yang akhirnya membuat desain logo Ungu yang bertanduk itu yang sebenarnya berasal dari huruf G yang ada di album perdana Ungu. Adalah Upie, bekas vokalis de Brur yang pertama membuat logo Ungu.
Urusan logo selesai. Kover album yang awalnya bergambar cewek seksi ditolak label. Pihak label takut album mereka nanti bermasalah jika memakai kover tersebut. Untuk mengusung dan menyamakan persepsi gothic dari kostum yang dipakai Ungu, maka sepakat diputuskan kover album kedua mereka akhirnya berupa kaki Enda yang memakai sepatu model new rock. “Semuanya cepat dirubah. Aku mengerjakan revisi cuma dalam waktu singkat. Karena sudah deadline banget,” kata Dedidude, orang yang juga membuat kover di album kedua Ungu.
Propaganda untuk menarik perhatian tidak hanya dilakukan dari segi fashion dan tampilan kover. Saat pembuatan video klip “Karena Dia Kamu” Ungu mencoba menarik perhatian pula dengan memanfaatkan trailer raksasa sebagai panggung untuk mereka membuat video klip. Ungu sempat membuat macet kawasan Thamrin, Sudirman, sampai Blok M. “Ide, yang intinya ingin mencari perhatian bagi album kedua mereka,” kata Panji, orang dibalik kreatif video Ungu yang memacetkan jalan itu. Kostum yang serba gelap dan klip yang cukup spektakuler membuat pamor Ungu mulai dilirik. Tujuan tercapai. Tapi yang terjadi adalah mereka masih merasa stuck dan kurang total berada dalam industri musik yang ada. Saat itu band seperti Padi, Cokelat, Sheila on 7 masih berjaya. Ungu masuk menjadi band kelas dua diantara mereka. Akhirnya mereka ingin kembali berubah. Berubah dalam fashion, dan bukan konsep musik. “Ternyata memakai baju gothic itu mahal saat laundry, belum lagi panas. Kebayang kalau tur panjang,” ujar Enda tentang keputusan Ungu untuk kembali ke gaya mereka yang casual. Saat itu mereka sepakat untuk memakai baju-baju dari distro yang memang sedang menjadi trend kala itu.
Perubahan yang terjadi juga menyangkut manajemen. Sebelumnya Ungu berada dibawah manajemen Bar Production yang juga bertindak sebagai produser di album pertama dan kedua Ungu. Nungky dari Bar Productions memberikan jawaban akan proses keluarnya Ungu tersebut. “Alasannya ada dua hal. Pertama katanya masalah finansial. Kedua katanya kami waktu itu sudah tidak fokus lagi mengurusi Ungu. Karena kami juga memiliki band Taboo dan yang lain.” Taboo adalah band bergaya Muse yang memiliki vokalis bernama Arie Untung yang sebelumnya dikenal sebagai VJ di MTV. “Tapi sejujurnya aku dan Makki itu sebenarnya klop banget. Dia sangat mengerti akan dunia finance karena dasarnya selain anak band dia adalah akunting juga. Dan aku mengerti bagaimana mengemas promosi sebuah band. Ya, mungkin memang sudah digariskan aku harus kembali ke jalur lawyer ya dan tidak mengurusi Ungu lagi. Tapi jujur, aku bangga dengan apa yang sudah merka raih saat ini. Mereka layak menerimanya,” kata Nungky dengan suara bergetar penuh haru. Sebuah pernyataan jujur dari orang yang pernah mendukung karir Ungu. Menurut Makki dan Enda proses keluarnya mereka dari Bar Productions karena sudah tidak satu visi lagi dengan mereka. Visi yang dicari Makki dan Enda ternyata ada pada Trinity Optima Productions. Trinity menjadi manajemen baru bagi Ungu. Awalnya Trinity yang berdiri tahun 2003 merupakan perusahaan yang bergerak di bidang marketing communication dan promotion sebelum kemudian berkembang menjadi perusahaan rekaman seperti sekarang.
Saat Ungu kembali “normal” ke fashion lama mereka giliran sebuah tawaran muncul untuk mengisi lagu di sebuah film remaja. Sebuah film yang berjudul Buruan Cium Gue. Nasib kurang beruntung kembali menerjang mereka, film yang sempat beredar di pasaran itu akhirnya ditarik kembali karena dianggap tidak layak. Terlalu vulgar karena memamerkan konsepsi ciuman yang teramat vulgar. Akibatnya album juga ikut kena imbasnya. Gagal rilis di pasaran. Waktu itu lagu dari Ungu sebuah komposisi andalan berjudul “Ciuman Pertama” karya perdana Oncy di band yang baru dimasukinya itu. Juga ada lagu lain seperti “Muacch” dan tiga lagu lainnya, “Mengertilah”, “Dunia Menangis” dan “Bayang Semu” yang diambil dari album mereka sebelumnya.
Titik balik itu dialami Ungu saat hendak merilis album Melayang. Semua dilakukan dengan pemikiran mereka harus mempercayakan dan mulai mengajak orang lain selain mereka sendiri untuk mengerjakan album ketiga. Terpilihlah nama Krisna J. Sadrcah yang kebetulan saat itu statusnya memang pegawai di Hemaswara sebelum berubah nama menjadi Trinity. “Jujur kalau album Melayang itu kita tetap tidak berhasil kita mungkin akan bubar. Habis kami sudah sekian tahun masih semua biasa saja. Soundtrack ditolak. Album di Tribute Titiek Puspa kami juga nggak dibuatkan video klip. Juga yang Senyawa- Chrisye itu awalnya kami nggak dibuatkan klip. Kami merasa makin nggak pede. Sampai lagu Demi Waktu meledak dan di diterima kami sempat nggak percaya. Cuma memang kami mempersiapkan khusus untuk mengemas album ini. Yaitu dengan mengajak orang lain untuk terlibat. Salah satunya dengan Krisna J.Sadrach. Orang metal tapi bisa kawin dan menghasilkan lagu seperti “Demi Waktu” Itu luar biasa,” kata Pasha.
Oleh Adib Hidayat
Dimuat di Majalah Rolling Stone. No.24/2007
GET UPDATE VIA EMAIL
Dapatkan kiriman artikel yang terbaru
Dari Kami langsung ke email anda!
Dari Kami langsung ke email anda!
0 komentar:
Post a Comment